Saya cukup beruntung karena tidak terlalu banyak mendapat paparan informasi mengenai proses melahirkan yang menyakitkan atau traumatik. Sejak beberapa tahun yang lalu, saya banyak mendapat cerita mengenai gentle birth, mulai dari Adeline Windy yang melahirkan di Bumi Sehat, sebuah yayasan milik Ibu Robin Lim, hingga cerita Dewi Lestari melahirkan anak keduanya dengan water birth di rumah hanya berdua dengan mendiang suaminya, Reza Gunawan.
Di awal-awal masa kehamilan, saya mulai mengikuti grup persiapan persalinan, khususnya yang berfokus pada hypnobirthing dan gentle birth. Di salah satu grup yang saya ikuti, ada ibu yang bercerita bahwa ia rutin mendengarkan rekaman hypnobirthing sepanjang kehamilannya, dan ia mengaku merasa melahirkan anak dengan mudah, bahkan menyebutkan prosesnya seperti mengeluarkan jelly.
Cerita-cerita tersebut memotivasi saya untuk terus mengafirmasi diri agar bisa melahirkan dengan alami, nyaman, dan aman. Juga meyakinkan saya bahwa rasa sakit itu bisa dikelola. Sehingga saat proses persalinan tiba, saya merasa cukup siap dan cukup mendapat gambaran mengenai apa yang akan saya hadapi.
Walau demikian, tidak banyak informasi yang saya baca mengenai kondisi tubuh setelah melahirkan. Bahwa kegembiraan melihat bayi kecil yang sudah lama dinanti-nanti ternyata tidak bisa menutupi rasa lelah dan kantuk, perubahan tubuh dan mood karena hormon yang naik turun, juga rasa sakit paska persalinan dan awal menyusui.
Hari H
Perasaan yang muncul setelah melahirkan adalah lelah dan mengantuk. Saya mulai kontraksi pada pukul 7 malam, sepanjang malam saya tidak bisa tidur, lalu saat masuk fase aktif saya muntah, termasuk memuntahkan teh panas hangat yang diberikan oleh bidan untuk menambah energi. Usai melahirkan saya dipasangi infus, itu pertama kalinya saya diinfus.
Saat mau pindah kamar, saya ditanya apakah bisa jalan sendiri atau tidak, saat mencoba berdiri saya merasa sulit mengambil napas, rasanya seperti paru-paru saya pindah tempat. Kata bidan itu wajar, saya pikir mungkin karena paru-paru sebelumnya terdesak oleh bayi, sekarang tetiba jadi leluasa. Karena itu saya memutuskan pakai kursi roda saja.
Saya juga sempat merasa pendengaran saya bindeng, kata bidan itu juga wajar, rasanya seperti di dalam telinga ada suara ombak samar-samar. Saya juga sempat sulit buang air kecil, lagi-lagi kata bidan itu normal, jadi untuk buang air pertama saya dibantu kateter, itu juga kali pertama. Setelahnya, saya juga masih perlu dibantu untuk berjalan ke kamar mandi atau menurunkan celana untuk buang air.
Di hari H melahirkan, saya juga merasa hormon saya tidak stabil. Saya banyak menangis terharu, saya menangis saat pertama kali menggendong Ila, saya menangis saat teman, adik, ibu mertua dan kakak ipar datang.
Banyak cerita tentang rasa lapar yang berlebihan usai melahirkan, tapi itu tidak terjadi pada saya. Mungkin karena rasa ngantuk dan lelah lebih mendominasi, sehingga pada hari H melahirkan saya tidak terlalu nafsu makan, hanya ingin minum jus yang segar atau teh manis hangat.
Hari 1 – 7
Malam pertama saya dan Lorenz rooming-in dengan Ila, seingat saya kami bertiga sama-sama banyak tidur. Malam kedua, kami sudah pulang ke rumah, dan Ila bangun setiap 1,5 jam sekali untuk menyusu. Saya baca itu wajar, tapi kami yang masih sama-sama lelah tambah menjadi seperti zombie setelah itu. Dan karena bangun-tidur-bangun dalam durasi yang pendek-pendek, saya juga sempat mimpi berpindah-pindah cerita. Lucu rasanya seperti ada di film Everything Everywhere All at Once.
Di seminggu paska lahiran ini saya juga sempat merasakan sakit kepala sebelah. Saya kurang paham apakah karena efek kurang tidur berkepanjangan atau perubahan hormon yang tiba-tiba, tapi sakit kepala itu berangsur membaik setelah satu minggu.
Di minggu ini, mandi terasa seperti bitter sweet moment. Sweet karena mandi adalah satu-satunya moment di mana saya merasa punya waktu untuk diri sendiri, moment yang ternyata dibutuhkan barang sebentar. Dan bitter karena badan terasa perih di beberapa bagian, luka paska lahiran, juga luka karena pertama kali menyusui.
Di minggu ini dan minggu-minggu setelahnya, saya punya ketakutan kalau harus ditinggal berdua saja dengan Ila. Mungkin karena masih clueless sebagai ibu baru sehingga merasa lebih percaya diri kalau ada orang lain yang menemani.
But things get better..
Bulan Kedua
Hormon-hormon sisa kehamilan dan persalinan sepertinya sudah menjadi netral setelah lewat bulan kedua. Nafsu makan saya meningkat tajam, bahkan bisa dibilang tertinggi terhitung sejak hamil. Hormon pertumbuhan mulai berhenti, jadi rambut mulai banyak merontok dan kulit telapak kaki tetiba menjadi sangat kering dan kasar.
Tubuh rasanya sudah pulih sepenuhnya, sudah tidak ada lagi rasa nyeri ataupun perih. Dan hormon yang mengatur naik turunnya perasaan juga sepertinya sudah menjadi sangat netral. Saya juga jadi lebih santai kalau harus tinggal berdua saja dengan Ila, karena sedikit banyak sudah tahu apa saja yang harus dilakukan.
I’m thankful for things that happen so far and welcome this motherhood journey..