Perjalanan Hidup Masih Panjang

Sekitar 2 minggu yang lalu, saya bertemu dengan seorang dosen kampus di acara nikahan teman. Bu Dosen usianya sekitar 70an tahun dan sudah menikah selama 50 tahun.

Beliau sedang belajar Bahasa Korea karena seperti jutaan penduduk bumi lainnya beliau sedang menggemari BTS. Bahkan beliau juga sempat nonton konser Suga di Indonesia beberapa waktu lalu. Beliau juga bercerita akan menjalani operasi lutut, karena merasa sudah kurang lincah saat pergi travelling berdua dengan temannya.

Kadang saya merasa sudah cukup “tua” di usia saya yang 30an ini. Mengobrol dengan beliau memberi saya rasa positif, bisa juga disebut harapan. Bahwa perjalanan hidup masih sangat panjang, kita bisa terus melakukan apapun yang kita sukai, dan hidup tidak pernah kekurangan hal baru (atau hal lama) untuk bisa dipelajari.

Lalu seminggu setelahnya, saya mendapat kabar bahwa teman SMA saya meninggal dunia secara tiba-tiba. Sulit rasanya mencerna kabar bahwa seseorang yang dulunya hanya one call away sekarang sudah tidak ada untuk selamanya. Dan harapan mengenai perjalanan hidup yang masih sangat panjang, tetiba perlu direnungkan ulang.

Tiga Kali ke RSPP

Kali pertama kami ke RSPP adalah saat Ila berumur 6 hari, kami perlu ke dokter anak untuk mengecek berat badan Ila yang turun setelah lahir. Kami ke sana karena mendapat rekomendasi dokter anak dari salah seorang teman. Saat itu, jadwal hidup masih berantakan dan kami masih belajar banyak hal baru. Itu pertama kalinya kami pergi keluar bertiga.

Setelah Ila bangun, kami memandikan dan menyiapkan Ila. Karena takut kesiangan, kami langsung berangkat setelahnya. Kami tidak mandi, cukup sikat gigi dan cuci muka saja. Dan karena belum pernah keluar membawa bayi sebelumnya, kami juga tidak berpikir panjang soal baju yang akan Ila pakai. Jadi saat itu Ila pakai baju rumah, dan dibungkus dengan selimut.

Kali kedua kami ke RSPP adalah saat Ila berumur 1 bulan, kami ke sana untuk imunisasi. Things already got better.. Kami bertiga mandi semua sebelum pergi, tidak terburu-buru karena sudah tahu jadwal dokter, lokasi rumah sakit, dll. Ila sudah tidak pakai baju rumah dan digendong ibu menggunakan stretchy wrap.

Kali ketiga adalah saat Ila berumur 2 bulan, kami ke sana untuk imunisasi lagi. Saat itu kami bertiga juga mandi sebelum berangkat. Bahkan saya sempat meluangkan waktu untuk pakai bedak tipis dan lip tint. Ila pakai baju pergi dan digendong ayah menggunakan baby carrier.

Saya suka mengingat bagaimana berbedanya 3 perjalanan ke RSPP ini, bagaimana perasaan kalut saat pertama kali pergi keluar bertiga, pakaian Ila yang tidak terpikirkan, dan segala perubahan-perubahan setelahnya. Parenthood butuh proses, seperti banyak hal lain dalam hidup, dan kami sedang terus belajar untuk menjadi lebih baik.

Tubuh Setelah Melahirkan

Saya cukup beruntung karena tidak terlalu banyak mendapat paparan informasi mengenai proses melahirkan yang menyakitkan atau traumatik. Sejak beberapa tahun yang lalu, saya banyak mendapat cerita mengenai gentle birth, mulai dari Adeline Windy yang melahirkan di Bumi Sehat, sebuah yayasan milik Ibu Robin Lim, hingga cerita Dewi Lestari melahirkan anak keduanya dengan water birth di rumah hanya berdua dengan mendiang suaminya, Reza Gunawan.

Di awal-awal masa kehamilan, saya mulai mengikuti grup persiapan persalinan, khususnya yang berfokus pada hypnobirthing dan gentle birth. Di salah satu grup yang saya ikuti, ada ibu yang bercerita bahwa ia rutin mendengarkan rekaman hypnobirthing sepanjang kehamilannya, dan ia mengaku merasa melahirkan anak dengan mudah, bahkan menyebutkan prosesnya seperti mengeluarkan jelly.

Cerita-cerita tersebut memotivasi saya untuk terus mengafirmasi diri agar bisa melahirkan dengan alami, nyaman, dan aman. Juga meyakinkan saya bahwa rasa sakit itu bisa dikelola. Sehingga saat proses persalinan tiba, saya merasa cukup siap dan cukup mendapat gambaran mengenai apa yang akan saya hadapi.

Walau demikian, tidak banyak informasi yang saya baca mengenai kondisi tubuh setelah melahirkan. Bahwa kegembiraan melihat bayi kecil yang sudah lama dinanti-nanti ternyata tidak bisa menutupi rasa lelah dan kantuk, perubahan tubuh dan mood karena hormon yang naik turun, juga rasa sakit paska persalinan dan awal menyusui.

Hari H

Perasaan yang muncul setelah melahirkan adalah lelah dan mengantuk. Saya mulai kontraksi pada pukul 7 malam, sepanjang malam saya tidak bisa tidur, lalu saat masuk fase aktif saya muntah, termasuk memuntahkan teh panas hangat yang diberikan oleh bidan untuk menambah energi. Usai melahirkan saya dipasangi infus, itu pertama kalinya saya diinfus.

Saat mau pindah kamar, saya ditanya apakah bisa jalan sendiri atau tidak, saat mencoba berdiri saya merasa sulit mengambil napas, rasanya seperti paru-paru saya pindah tempat. Kata bidan itu wajar, saya pikir mungkin karena paru-paru sebelumnya terdesak oleh bayi, sekarang tetiba jadi leluasa. Karena itu saya memutuskan pakai kursi roda saja.

Saya juga sempat merasa pendengaran saya bindeng, kata bidan itu juga wajar, rasanya seperti di dalam telinga ada suara ombak samar-samar. Saya juga sempat sulit buang air kecil, lagi-lagi kata bidan itu normal, jadi untuk buang air pertama saya dibantu kateter, itu juga kali pertama. Setelahnya, saya juga masih perlu dibantu untuk berjalan ke kamar mandi atau menurunkan celana untuk buang air.

Di hari H melahirkan, saya juga merasa hormon saya tidak stabil. Saya banyak menangis terharu, saya menangis saat pertama kali menggendong Ila, saya menangis saat teman, adik, ibu mertua dan kakak ipar datang.

Banyak cerita tentang rasa lapar yang berlebihan usai melahirkan, tapi itu tidak terjadi pada saya. Mungkin karena rasa ngantuk dan lelah lebih mendominasi, sehingga pada hari H melahirkan saya tidak terlalu nafsu makan, hanya ingin minum jus yang segar atau teh manis hangat.

Hari 1 – 7

Malam pertama saya dan Lorenz rooming-in dengan Ila, seingat saya kami bertiga sama-sama banyak tidur. Malam kedua, kami sudah pulang ke rumah, dan Ila bangun setiap 1,5 jam sekali untuk menyusu. Saya baca itu wajar, tapi kami yang masih sama-sama lelah tambah menjadi seperti zombie setelah itu. Dan karena bangun-tidur-bangun dalam durasi yang pendek-pendek, saya juga sempat mimpi berpindah-pindah cerita. Lucu rasanya seperti ada di film Everything Everywhere All at Once.

Di seminggu paska lahiran ini saya juga sempat merasakan sakit kepala sebelah. Saya kurang paham apakah karena efek kurang tidur berkepanjangan atau perubahan hormon yang tiba-tiba, tapi sakit kepala itu berangsur membaik setelah satu minggu.

Di minggu ini, mandi terasa seperti bitter sweet moment. Sweet karena mandi adalah satu-satunya moment di mana saya merasa punya waktu untuk diri sendiri, moment yang ternyata dibutuhkan barang sebentar. Dan bitter karena badan terasa perih di beberapa bagian, luka paska lahiran, juga luka karena pertama kali menyusui.

Di minggu ini dan minggu-minggu setelahnya, saya punya ketakutan kalau harus ditinggal berdua saja dengan Ila. Mungkin karena masih clueless sebagai ibu baru sehingga merasa lebih percaya diri kalau ada orang lain yang menemani.

But things get better..

Bulan Kedua

Hormon-hormon sisa kehamilan dan persalinan sepertinya sudah menjadi netral setelah lewat bulan kedua. Nafsu makan saya meningkat tajam, bahkan bisa dibilang tertinggi terhitung sejak hamil. Hormon pertumbuhan mulai berhenti, jadi rambut mulai banyak merontok dan kulit telapak kaki tetiba menjadi sangat kering dan kasar.

Tubuh rasanya sudah pulih sepenuhnya, sudah tidak ada lagi rasa nyeri ataupun perih. Dan hormon yang mengatur naik turunnya perasaan juga sepertinya sudah menjadi sangat netral. Saya juga jadi lebih santai kalau harus tinggal berdua saja dengan Ila, karena sedikit banyak sudah tahu apa saja yang harus dilakukan.

I’m thankful for things that happen so far and welcome this motherhood journey..

Cerita Lahir Ilana

Ilana lahir tiga hari setelah spring equinox, satu hari setelah Tahun Baru Saka, dan tepat di hari pertama Bulan Ramadhan. Pada jam lahir Ilana, bintang Shaula sedang berada di atas horizon di arah barat. Kata banyak orang, Ilana lahir di hari yang baik, tepat di tanggal yang cantik.

Seolah mengetahui apa yang diharapkan ibunya, Ilana lahir persis satu hari setelah ayah dan ibunya selesai menata ulang kamar tidur, merakit tempat tidur bayi, juga mengganti gorden dalam kamar untuk mengurangi debu yang mungkin bisa menyebabkan bersin. Sesuai dengan ajaran di kelas hypnobirthing, sebuah ujaran yang diamini ibunya, Ilana dan bayi lainnya tahu waktu yang baik dan tepat untuk lahir.

Proses kelahiran Ilana tergolong cepat. Itu lagi-lagi kata banyak orang, karena ibu Ilana belum pernah melahirkan sebelumnya.

Ibu Ilana merasakan perutnya mulai kencang berulang pada Hari Rabu sekitar jam 7 malam, dan karena rasa nyerinya masih cukup ringan ia memutuskan tetap melanjutkan makan malam dan mengobrol bersama teman-teman yang kebetulan sedang datang ke rumah. Pada pukul 11 malam, sesaat setelah teman-teman mereka pulang, ayah dan ibu Ilana menghubungi klinik bersalin lalu memutuskan berangkat sekitar jam 2 dini hari setelah rasa nyeri terasa semakin kuat dan membuat tidak bisa tidur.

Lagi-lagi seperti tahu harapan ibunya, Ilana memberikan sinyal kelahiran di saat jalanan Jakarta sedang sepi-sepinya. Perjalanan dari rumah ke klinik bersalin mereka tempuh hanya dalam waktu 20 menit dengan mobil. Di waktu yang lain, perjalanan tersebut bisa memakan waktu hampir 1,5 jam dengan motor.

Sesaat setelah sampai di klinik, ayah dan ibu Ilana diberi tahu bahwa ruang inap sedang penuh, dan mungkin baru akan kosong di pagi hari.

Di awal kehamilan, mereka memilih klinik ini supaya Ilana bisa mendapat waktu IMD yang panjang dan penundaan pemotongan tali pusat. Selain itu, mereka juga ingin bisa berada di satu ruangan yang sama dengan Ilana segera setelah ia lahir. Kebetulan tidak banyak klinik atau rumah sakit yang bisa mengakomodasi keinginan mereka seperti klinik ini.

Karena itu, ketika ditawari mau pindah ke rumah sakit lain atau tetap di sana, mereka memutuskan untuk menunggu, dengan harapan bisa masuk ruang inap sebelum Ilana lahir. Saat itu, sekitar pukul setengah empat pagi, ibu Ilana bukaan empat.

Quality time yang intens dengan hanya berdua saja di ruang periksa, membuat ayah dan ibu Ilana sama-sama lupa mempraktikkan hal-hal untuk menyamankan kontraksi. Hal-hal yang sebenarnya sudah mereka hafal karena sudah mereka pelajari selama beberapa minggu di kelas persiapan persalinan.

Walau demikian, sepertinya hypnobirthing bekerja dengan caranya sendiri. Dengan meyakini rasa sakit bisa dikelola, ingat mengatur napas dan terus memberi usapan di punggung, mereka bisa melalui satu menit kontraksi ke satu menit berikutnya hingga akhirnya ibu Ilana bukaan lengkap. Sekitar jam 7 pagi peralatan bersalin mulai dimasukkan ke ruang periksa, bidan-bidan mulai siap siaga, dan dokter dihubungi agar segera datang.

Ilana lahir di ruang periksa pada Hari Kamis jam 8.17 pagi. Ia mendapatkan 1 jam penuh IMD dan baru dipotong tali pusatnya setelah itu. Mereka bertiga pindah ke kamar inap sekitar pukul 3 sore dan pulang ke rumah tepat satu hari setelahnya.

Klinik Bersalin : Tembuni Birth Center

Dokter SpOG : dr. Hari Prasetyo Rahardjo, SpOG

Kelas Yoga Hamil & Hypnobirthing : Doula Sahabat Ibu, Doula Diana Elsa Vonie

Informasi Hypnobirthing : Ibu Lanny Kuswandi, Bidan Kita, Smile Birth

Gentle Birth : Talkshow Reza Gunawan & Dewi Lestari

Squash di GBK vs Racquet 25 Kemang

Squash di GBK

  • Jadwal fix, minimal 2 jam, kalau datang terlambat waktu akan hangus, tidak bisa perpanjang waktu tiba-tiba karena jadwal biasanya penuh
  • Squash rasa atlet, kadang ada latihan kejurnas di lapangan squash lain di kiri/kanan
  • Tembok dan lantai lebih terasa kokoh saat diinjak, di bagian atas ada instalasi lampu dan net kurang tertutup sehingga bola sering tersangkut
  • Lapangan ber-AC, terasa sejuk walaupun berkeringat
  • Pembayaran di awal saat booking
  • WC/Toilet sering mati lampu dan/atau tidak bisa diflush

Racquet 25 Kemang

  • Jadwal lebih fleksibel (jika tidak ada bookingan lain), minimal 1 jam, bisa perpanjang waktu per setengah jam, jam mulai dihitung saat jam datang
  • Squash rasa liburan, di sekitar ada banyak pohon, angin sepoi-sepoi, lapangan tenis, dan cafe kecil untuk jajan
  • Tembok dan lantai terasa kurang kokoh (tapi masih ok), tembok tertutup sepenuhnya jadi tidak ada kemungkinan bola tersangkut
  • Lapangan berkipas angin, terasa lebih olahraga karena lebih berkeringat
  • Pembayaran di akhir setelah penggunaan lapangan
  • WC/Toilet bersih bersinar